Source Poto By ( istockphoto) |
Ayyuhal muslimun,
Allah Ta’ala berfirman menjelaskan tentang nikmat-Nya yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya,
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).” [Quran An-Naml: 53]
Semua kenikmatan yang kita kecap dan kita rasakan datangnya dari Allah. Sehingga patutlah kita menjadi hamba yang berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat yang Dia berikan kepada kita.
Nikmat lainnya yang kita rasakan sekarang adalah Allah memberikan kita kesehatan dan kesempatan sehingga kita bisa berjumpa dengan bulan Ramadhan yang penuh kebaikan ini. Sehingga kita bisa membekali diri kita untuk kehidupan berikutnya dengan menambah bakti dan amal kebajikan kita. Turut serta berpacu dan berlomba dalam ketaatan.
Di antara hal yang menunjukkan betapa besarnya nikmat berjumpa dengan bulan Ramadhan adalah sebuah hadits tentang dua orang yang berkawan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Thalhah bin Ubaidillah,
أنَّ رَجُلَينِ قَدِمَا على رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وكان إسلامُهُما جميعًا، وكان أحدُهُما أَشدَّ اجتِهادًا مِن صاحبِه، فغَزَا المُجتهِدُ منهُمافاستُشهِدَ، ثمَّ مَكَثَ الآخرُ بَعدَه سَنةً ثمَّ تُوُفِّيَ. قال طَلحةُ: فرأيْتُ فيما يَرى النَّائمُ، كأنِّي عِندَ بابِ الجَنَّةِ، إذا أنا بهِما وقد خَرَجَ خارِجٌ مِنَالجَنَّةِ، فأَذِنَ للَّذي تُوُفِّيَ الآخِرَ منهُما، ثمَّ خَرَجَ فأَذِنَ للَّذي استُشهِدَ، ثمَّ رَجَعَا إليَّ، فقالَا لي: ارجِعْ؛ فإنَّه لمْ يَأْنِ لكَ بَعدُ. فأَصبَحَ طَلحةُ يُحدِّثُبه النَّاسَ، فعَجِبوا لذلكَ! فبَلَغَ ذلكَ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فقال: مِن أيِّ ذلكَ تَعجَبون؟! قالوا: يا رسولَ اللهِ، هذا كان أَشدَّ اجتِهادًا، ثمَّاستُشهِدَ في سبيلِ اللهِ، ودَخَلَ هذا الجَنَّةَ قَبْلَه! فقال: أليس قد مَكَثَ هذا بَعدَه سَنةً؟ قالوا: بلى، قال: وأَدرَكَ رمضانَ فصامَه؟ قالوا: بلى، قال: وصَلَّى كذا وكذا سَجدةً في السَّنَةِ؟ قالوا: بلى، قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: فلَمَا بيْنهُما أَبْعَدُ ما بيْن السَّماءِ والأرضِ.
Ada dua orang yang tiba di Madinah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keduanya memeluk Islam di waktu bersamaan. Salah seorang dari mereka sangat bersemangat dalam beribadah dibanding kawannya. Yang giat beribadah ini ikut berjihad dan gugur sebagai syahid. Temannya satu lagi memiliki usia yang lebih panjang satu tahun darinya. Setelah satu tahun, orang kedua ini wafat.
Thalhah berkata, ‘Aku bermimpi seakan-akan aku berada di depan pintu surga. Ternyata aku bersama kedua orang tersebut. Ketika itu datanglah seorang dari dalam surga (yang bertugas membuka pintu surga). Lantas orang yang meninggal lebih belakangan dipersilahkan memasuki surga terlebih dahulu. Orang yang bertugas membuka pintu surga kembali datang, barulah yang gugur sebagai syahid dipersilahkan masuk ke dalam surga. Lalu keduanya menemuiku dan mengatakan, ‘Kembalilah karena waktumu belum tiba’.
Pada pagi harinya, Thalhah menceritakan mimpi ini kepada banyak orang. Orang-orang pun terheran-heran dengan mimpi tersebut. Pada akhirnya, hal ini sampai kepada Rasulullah, ‘Apa yang kalian herankan’? tanya Rasulullah. Para sahabat menjawab, ‘Wahai Rasulullah, mengapa yang lebih rajin beribadah dan gugur sebagai syahid di jalan Allah malah masuk surga belakangan’?
Rasulullah menjawab, ‘Bukankah orang yang kedua berumur satu tahun lebih panjang dibanding orang yang pertama’? ‘Benar’, jawab para sahabat. Rasulullah melanjutkan, ‘Bukankah orang yang kedua berjumpa dengan Ramadhan dan berpuasa di bulan Ramadhan’? Mereka menjawab, ‘Benar’. Rasulullah kembali mengajukan pertanyaan, ‘Bukankah orang yang kedua shalat sekian rakaat dalam setahun’? ‘Benar’, jawab para sahabat. Rasulullah bersabda,
فلَمَا بيْنهُما أَبْعَدُ ما بيْن السَّماءِ والأرضِ
‘Sungguh perbedaan derajaan keduanya di surga lebih jauh dibandingkan jarak langit dan bumi’.” [HR. Ahmad, 1403].
Hadits ini juga menunjukkan keutamaan umur yang panjang kalau diisi dengan ketaatan. Seperti dalam hadits yang lain. Dari Abdullah bin Bus ria berkata,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رضي الله عنه أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ خَيْرُ النَّاسِ قَالَ «مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ» رواه الترمذى
“Ada seorang Arab Badui berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, siapakah sebaik-baik manusia’? Beliau menjawab, ‘Siapa yang paling panjang umurnya dan baik amalannya’.” [Hadits riwayat Tirmidzi].
Oleh karena itu kaum muslimin,
Orang yang bahagia adalah mereka yang memandang dunia ini sebagai tempat lintasan bukan meyakininya sebagai tempat tinggal. Segeralah beramal shaleh. Jual diri kita kepada Allah. Karena pasar akhirat di dunia inilah tempatnya. Harga dan barangnya di sinilah ditransaksikan. Kita berusaha membeli surga saat sedang di dunia, karena inilah kesempatan yang Allah berikan. Kita beli surga dengan amal shaleh kita untuk mendapat rahmat dan ridha Allah.
Hari ini seseorang memiliki keimanan lalu berbuat baik dengan perbuatan ringan seperti senyum atau bersedekah dengan secuil kurma, semua itu dinilai oleh Allah. Namun di akhirat nanti walaupun seseorang memiliki emas sepenuh bumi dan dia ingin membeli surga dengannya, tidak akan diterima.
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَن يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِم مِّلْءُ ٱلْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ ٱفْتَدَىٰ بِهِۦٓ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُم مِّن نَّٰصِرِينَ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” [Quran Ali Imran: 91]
Di dalam hadits disebutkan,
اتَّقوا النَّار ولو بشِقِّ تمرةٍ فإنْ لم تجِدوا فبكلمةٍ طيِّبةٍ
“Jagalah diri kalian dari neraka walaupun dengan secuil kurma. Kalau secuil kurma tidak ada, maka dengan kalimat yang baik.” [HR. Ibnu Hibban].
Artinya, di dunia ini secuil kurma yang disedekahkan, Allah bayar dengan pahala. Bukan satu kurma, tapi secuil saja tetap dinilai oleh Allah. Tapi di akhirat, seandainya kita memiliki emas sepenuh bumi, hal itu tak berlaku lagi. Oleh karena itu, rugi sekali orang yang tidak mau mengusahakan ketakwaan pada hari ini; menaati Allah dan menjauhi larangan Allah. Menyesal sekali seseorang yang diberi kesempatan berbuat dengan ketakwaannya namun tidak dia lakukan. Terlebih diberikan kesempatan masuk Ramadhan, namun dia sia-siakan. Dia jadikan Ramadhannya sama seperti hari-hari biasanya.
Sumber Artikel :
0 Komentar